Rabu, 28 September 2016

AWAL KEBUDAYAAN, PERKEMBANGAN, & PERANAN PENTING KEBUDAYAAN HINDU- BUDDHA & ISLAM, SERTA KEBUDAYAAN MODERN(BARAT) DI INDONESIA.  



 A.  Awal kebudayaan (masuknya) & berkembangnya Hindu Buddha di Indonesia.          
          Indonesia mulai berkembang pada zaman kerajaan Hindu- Buddha berkat hubungan dagang dengan negara-negara tetangga maupun yang lebih jauh seperti India, Cina dan wilayah Timur tengah. Agama Hindu masuk ke Indonesia diperkirakan pada awal tarikh Masehi, dibawa oleh para musafir dari India . Catatan awal abad masehi mengenai kedatangan orang-orang Hindu dan Buddha dari India ke Nusantara tidak diketahui pasti namun hubungan antara India, Cina, dan Nusantara berasal dari catatan orang Cina pada abad ke-5 M. Menurut catatan tersebut, agama Buddha tidak hanya berasal dari India namun juga berasal dari Cina.
          Masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan Hindu dan Buddha dari India ke Nusantara terjadi karena adanya hubungan antara bangsa Nusantara, India, dan bangsa-bangsa lainnya di kawasan Asia Selatan, Timur, dan Tenggara. Hubunga tersebut terjadi melalui kegiatan politik, dan diplomasi, pelayaran dan perdagangan, pendidikan, dan kebudayaan. Melalui lalu lintas tersebut, menjadi pertukaran barang, pengalaman, dan kebudayaan Hindu Buddha. Hal ini juga memiliki keuntungan seperti, Indonesia sering dikunjungi bangsa-bangsa asing,kesempatan melakukan hubungan perdagangan internasional terbuka lebar, pergaulan dengan bangsa-bangsa lain semakin luas, dan pengaruh asing masuk ke Indonesia.
          Hubungan pelayaran dan perdagangan antara Jawa, Sumatra, Cina dan India dicatat oleh Gunawarmma. Gunawarmma adalah seorang pangeran dari India yang pernah tinggal lama di Jawa pada 422, Ia menyebarkan Buddhisme sebelum berlayar ke Cina. Setelah banyaknya golongan Brahmana Hindu dan Biksu Buddha (baik dari India dan Cina menyebarkan agama dan kebudayaan Hindu-Buddha di Nusantara, terbentuklah masyarakat intelektual atau terpelajar. Kelompok ini kemudian menyebarkan agama dan kebudayaan tersebut ke masyarakat setempat.
          Pada awalnya, hanya golongan elit seperti Raja beserta keluarganya dan orang-orang kaya yang mendapat kesempatan untuk belajar agama dan kebudayaan tersebut. Pada perkembangan berikutnya, setelah hubungan Nusantara dan Negara-negara sekitarnya semakin lancer, golongan lain pun mendapat kesempatan mengenal bahasa Sansakerta, kitab-kitab agama Hindu dan Buddha, serta kebudayaan India lainnya. Melalui tahap seperti ini, kebudayaan India secara bertahap menyebar dan memengaruhi kebudayaan Nusantara. Sejak saat itu, penganut Hindu- Buddha mulai banyak jumlahnya di Nusantara. Dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan Hindu- Buddha telah mempengaruhi kebudayaan Nusantara sampai sekarang.

          Ada beberapa teori yang membahas masuknya pengaruh Hindu- Buddha ke Nusantara:
1.   Teori brahmana
Teori ini dikemukakan oleh Van Leuryang berpendapat bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh pendeta. Teori ini memiliki kelemahan, yaitu di India ada peraturan bahwa brahmana tidak boleh keluar dari negerinya. Jadi, tidak mungkin mereka dapat menyiarkan agama ke Indonesia.
2.   Teori ksatria
Teori ini dikemukakan oleh Majumdar, Moekrji, dan Nehru. Mereka berpendapat bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh prajurit yang mengadakan ekspansi. Oleh sebab itu, teori ini sering pula disebut teori kolonisasi. Kelemahan teori ini adalah tidak ada bukti sejarah yang menunjukkan bahwa Indonesia pernah ditaklukkan India.
3.   Teori waisya
Teori ini dikemukakan oleh Krom yang mengatakan bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh para pedagang, mengingat bahwa sejak tahun 500 SM, Nusantara telah menjadi jalur perdagangan antara India dan Cina. Dalam perjalanan perdagangan inilah diperkirakan para pedagang India itu singgah di Indonesia dan menyebarkan agama Hindu.
4.   Teori sudra
Teori ini dikemukakan oleh banyak orang. Intinya adalah bahwa agama Hindu dibawa oleh kaum sudra yang datang di Nusantara untuk memperbaiki nasib.
5.   Teori nasional
Teori ini dikemukakan oleh F.D.K. Bosch yang mengatakan bahwa dalam proses penyebaran agama Hindu ini, bangsa Indonesia berperan sangat aktif. Setelah dinobatkan sebagai seorang Hindu, mereka kemudian giat menyebarkan agama Hindu dan segala aktivitasnya. Pendapatnya ini didasarkan pada temuan adanya unsur-unsur budaya India dalam budaya Indonesia. Menurutnya, pada masa itu telah terbentuk golongan cendekiawan yang disebut “Clerk”.
6.   Teori arus balik
Menurut teori ini, bangsa Indonesia tidak hanya menerima pengetahuan agama dari orang-orang asing yang datang. Mereka juga aktif mencari ilmu agama di negeri orang dan menyebarkannya setelah kembali ke Indonesia.
          Beberapa bukti adanya pengaruh Hindu-Buddha di Indonesia adalah, adanya arca Buddha bergaya amarawati(India Selatan) &  arca bergaya gandhara(India Utara) di Indonesia, adanya prasasti berhuruf Pallawa & berbahasa Sanskerta di Kutai dan Tarumanegara, adanya penganut agama Hindu dan Buddha di Indonesia, berkembangnya seni patung di Indonesia, munculnya kerajaan-kerajaan bercorak Hindu-Buddha, penggunaan bahasa Sanskerta dan tulisan Pallawa dalam kehidupan masyarakat, adanya sistem kemaharajaan, adanya kitab-kitab sastra yang bercorak Hindu.
          
          Masuknya pengaruh unsur kebudayaan Hindu-Buddha dari India & Cina telah mengubah dan menambahkan khasanah budaya Indonesia dalam beberapa aspek kehidupan, superti:
1.   Agama
          Ketika memasuki zaman sejarah, masyarakat di Indonesia telah menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Masyarakat mulai menerima sistem kepercayaan baru, yaitu agama Hindu-Buddha sejak berinteraksi dengan orang-orang India. Budaya baru tersebut membawa perubahan pada kehidupan keagamaan, misalnya dalam hal tata krama, upacara-upacara pemujaan, dan bentuk tempat peribadatan.
2.   Pemerintahan
          Sistem pemerintahan kerajaan dikenalkan oleh orang-orang India. Dalam sistem ini kelompok-kelompok kecil masyarakat bersatu dengan kepemilikan wilayah yang luas. Kepala suku yang terbaik dan terkuat berhak atas tampuk kekuasaan kerajaan. Oleh karena itu, lahir kerajaan-kerajaan, seperti Kutai, Tarumanegara, dan Sriwijaya.
3.   Arsitektur
          Salah satu tradisi megalitikum adalah bangunan punden berundak-undak. Tradisi tersebut berpadu dengan budaya India yang mengilhami pembuatan bangunan candi. Jika kita memperhatikan Candi Borobudur, akan terlihat bahwa bangunannya berbentuk limas yang berundak-undak. Hal ini menjadi bukti adanya paduan budaya India-Indonesia.
4. Bahasa
          Kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia meninggalkan beberapa prasasti yang sebagian besar berhuruf Pallawa dan berbahasa Sanskerta. Dalam perkembangan selanjutnya bahkan hingga saat ini, bahasa Indonesia memperkaya diri dengan bahasa Sanskerta itu. Kalimat atau kata-kata bahasa Indonesia yang merupakan hasil serapan dari bahasa Sanskerta, yaitu Pancasila, Dasa Dharma, Kartika Eka Paksi, Parasamya Purnakarya Nugraha, dan sebagainya.
5. Sastra 
         Berkembangnya pengaruh India di Indonesia membawa kemajuan besar dalam bidang sastra. Karya sastra terkenal yang mereka bawa adalah kitab Ramayana dan Mahabharata. Adanya kitab-kitab itu memacu para pujangga Indonesia untuk menghasilkan karya sendiri. 

 Sumber:
- Buku: Advanced Learning “ Indonesian History 1” for Grade X Senior High School General Programme.



B.  Awal kebudayaan (masuknya) & berkembangnya Islam di Indonesia. 
          Masuknya ajaran Islam pada sekitar abad ke-12, melahirkan kerajaan-kerajaan bercorak Islam yang ekspansionis, seperti samudra pasai di Sumatera dan Demak di Jawa. Munculnya kerajaan-kerajaan tersebut, secara perlahan-lahan mengakhiri kejayaan Sriwijaya dan Majapahit, sekaligus menandai akhir dari era Hindu-Buddha. Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia Terkait dengan sejarah masuknya Islam ke Indonesia, ada beberapa teori dan pendapat yang menyatakan kapan sebetulnya pengaruh kebudayaan dan agama Islam mulai masuk ke nusantara. Pendapat-pendapat tersebut bukan hanya didasarkan pada bukti-bukti yang telah ditemukan, melainkan juga dikuatkan oleh adanya catatan-catatan sejarah yang dibuat oleh bangsa lain di masa lampau.
         Beberapa pendapat masuknya Islam di Indonesia:
1.Masuknya Islam sejak Abad ke-7 Masehi.
          Sebagian ahli sejarah menyebut jika sejarah masuknya Islam ke Indonesia sudah dimulai sejak abad ke 7 Masehi. Pendapat ini didasarkan pada berita yang diperoleh dari para pedagang Arab. Dari berita tersebut, diketahui bahwa para pedagang Arab ternyata telah menjalin hubungan dagang dengan Indonesia pada masa perkembangan Kerajaan Sriwijaya pada abad ke 7. Dalam pendapat itu disebutkan bahwa wilayah Indonesia yang pertama kali menerima pengaruh Islam adalah daerah pantai Sumatera Utara atau wilayah Samudra Pasai
2. Masuknya Islam sejak Abad ke-11 Masehi.
          Sebagian ahli sejarah lainnya berpendapat bahwa sejarah masuknya Islam ke Indonesia dimulai sejak abad ke 11 Masehi. Pendapat ini didasarkan pada bukti adanya sebuah batu nisan Fatimah binti Maimun yang berada di dekat Gresik Jawa Timur. Batu nisan ini berangka tahun 1082 Masehi.
3. Masuknya Islam sejak Abad ke-13 Masehi.
          Di samping kedua pendapat di atas, beberapa ahli lain justru meyakini jika sejarah masuknya Islam ke Indonesia baru dimulai pada abad ke 13 Masehi. Pendapat ini didasarkan pada beberapa bukti yang lebih kuat, di antaranya dikaitkan dengan masa runtuhnya Dinasti Abassiah di Baghdad (1258), berita dari Marocopolo (1292), batu nisan kubur Sultan Malik as Saleh di Samudra Pasai (1297), dan berita dari Ibnu Battuta (1345). Pendapat tersebut juga diperkuat dengan masa penyebaran ajaran tasawuf di Indonesia. Sejarah Penyebaran Islam di Indonesia Pada masa kedatangan agama Islam, penyebaran agama Islam dilakukan oleh para pedagang Arab dibantu oleh para pedagang Persia dan India. Abad ke 7 Masehi merupakan awal kedatangan agama Islam. Pada masa itu, baru sebagian kecil penduduk yang bersedia menganutnya karena masih berada dalam kekuasaan raja-raja Hindu-Budha. Sejarah masuknya Islam ke Indonesia dan proses penyebarannya berlangsung dalam waktu yang lama yaitu dari abad ke 7 sampai abad ke 13 Masehi. Selama masa itu, para pedagang dari Arab, Gujarat, dan Persia makin intensif menyebarkan Islam di daerah yang mereka kunjungi terutama di daerah pusat perdagangan. Di samping itu, para pedagang Indonesia yang sudah masuk Islam dan para Mubaligh Indonesia juga ikut berperan dalam penyebaran Islam di berbagai wilayah Indonesia. Akibatnya, pengaruh Islam di Indonesia makin bertambah luas di kalangan masyarakat terutama di daerah pantai. Pada akhir abad ke 12 Masehi, kekuasaan politik dan ekonomi Kerajaan Sriwijaya mulai merosot. Seiring dengan kemunduran pengaruh Sriwijaya, para pedagang Islam beserta para mubalighnya kian giat melakukan peran politik. Misalnya, saaat mendukung daerah pantai yang ingin melepaskan diri dari kekuasaan Sriwijaya. Menjelang berakhirnya abad ke 13 sekitar tahun 1285 berdiri kerajaan bercorak Islam yang bernama Samudra Pasai. Malaka yang merupakan pusat perdagangan penting dan juga pusat penyebaran Islam berkembang pula menjadi kerajaan baru dengan nama Kesultanan Malaka. Pada awal abad ke 15, kerajaan Majapahit mengalami kemerosotan, bahkan pada tahun 1478 mengalami keruntuhan. Banyak daerah yang berusaha melepaskan diri dari kerajaan Majapahit. Pada tahun 1500, Demak berdiri sebagai kerajaan Islam pertama di Jawa. Berkembangnya kerajaan Demak sebagai kerajaan Islam ini kemudian disusul berdirinya Kesultanan Banten dan Kesultanan Cirebon. Di luar Jawa juga banyak berkembang kerajaan yang bercorak Islam seperti Kesultanan Ternate, Kesultanan Gowa, dan kesultanan Banjar. Melalui kerajaan-kerajaan bercorak Islam itulah, agama Islam makin berkembang pesat dan tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Agama Islam tidak hanya dianut oleh penduduk di daerah pantai saja, tetapi sudah menyebar ke daerah-daerah pedalaman. 
          Saluran Penyebaran Agama Islam di Indonesia Proses masuk dan berkembangnya agama Islam di Indonesia berlangsung secara bertahap dan dialakukan secara damai melalui beberapa saluran berikut:
Silurian perdagangan : proses yang dilakukan oleh para pedagang muslim yang menetap di kota-kota pelabuhan untuk membentuk perkampungan muslim. Saluran ini merupakan saluran yang dipilih sejak awal sejarah masuknya Islam ke Indonesia.
Silurian perkawinan : proses dengan cara seseorang yang telah menganut Islam menikah dengan seorang yang belum menganut Islam.
Silurian dakwah : proses dengan cara memberi penerangan tentang agama Islam.
Silurian pendidikan : proses dengan mendirikan pesantren guna memperdalam ajaran-ajaran Islam yang kemudian menyebarkannya.
Proses tasawuf, dengan menyesuaikan pola pikir masyarakat yang masih berorientasi pada ajaran agama Hindu dan Budha.
          Alasan Agama Islam Mudah Diterima Masyarakat Indonesia Proses penyebaran Islam di Indonesia berjalan dengan cepat karena didukung faktor-faktor berikut : Syarat masuk Islam sangat mudah, pelaksanaan ibadah sederhana dan biayanya murah, agama Islam juga tidak mengenal pembagian kasta sehingga banyak kelompok masyarakat yang masuk Islam karena ingin memperoleh derajat yang sama, aturan-aturan dalam Islam bersifat fleksibel dan tidak memaksa, penyebaran agama Islam di Indonesia dilakukan secara damai tanpa kekerasan dan disesuaikan dengan kondisi sosial budaya yang ada. 
          Kebudayaan Islam juga memiliki pengaruh besar di Indonesia sebab dengan masuknya kebudayaan Islam di Indonesia kebudayaan Indonesia semakin beraneka ragam mulai dari bidang arsitektur, seni sastra, seni budaya, dan beberapa yang lainnya.
o   Bidang arsitektur: Masjid, Makam, dan yang lain.
o   Seni sastra: Hikayat, Babad, Suluk, dan yang lain.
o   Seni budaya: Kaligrafi, pertunjukan wayang, dan yang lain.



C.  Kebudayaan Barat di Indonesia.         
Proses akulturasi di Indonesia tampaknya beralir secara simpang siur, dipercepat oleh usul-usul radikal, dihambat oleh aliran kolot, tersesat dalam ideologi-ideologi, tetapi pada dasarnya dilihat arah induk yang lurus: ”the things of humanity all humanity enjoys”. Terdapatlah arus pokok yang dengan spontan menerima unsur-unsur kebudayaan internasional yang jelas menguntungkan secara positif.
          Akan tetapi pada refleksi dan dalam usaha merumuskannya kerap kali timbul reaksi, karena kategori berpikir belum mendamaikan diri dengan suasana baru atau penataran asing. Taraf-taraf akulturasi dengan kebudayaan Barat pada permulaan masih dapat diperbedakan, kemudian menjadi overlapping satu kepada yang lain sampai pluralitas, taraf, tingkat dan aliran timbul yang serentak. Kebudayaan Barat mempengaruhi masyarakat Indonesia, lapis demi lapis, makin lama makin luas lagi dalam (Bakker; 1984).
          Apakah kebudayaan Barat modern semua buruk dan akan mengerogoti Kebudayaan Nasional yang kita gagas? Oleh karena itu, kita perlu merumuskan definisi yang jelas tentang Kebudayaan Barat Modern. Frans Magnis Suseno dalam bukunya ”Filsafat Kebudayan Politik”, membedakan tiga macam Kebudayaan Barat Modern:

a.     Kebudayaan Teknologi Modern.
          Pertama kita harus membedakan antara Kebudayan Barat Modern dan Kebudayaan Teknologis Modern. Kebudayaan Teknologis Modern merupakan anak Kebudayaan Barat. Akan tetapi, meskipun Kebudayaan Teknologis Modern jelas sekali ikut menentukan wujud Kebudayaan Barat, anak itu sudah menjadi dewasa dan sekarang memperoleh semakin banyak masukan non-Barat, misalnya dari Jepang.
          Kebudayaan Tekonologis Modern merupakan sesuatu yang kompleks. Penyataan-penyataan simplistik, begitu pula penilaian-penilaian hitam putih hanya akan menunjukkan kekurang canggihan pikiran. Kebudayaan itu kelihatan bukan hanya dalam sains dan teknologi, melainkan dalam kedudukan dominan yang diambil oleh hasil-hasil sains dan teknologi dalam hidup masyarakat: media komunikasi, sarana mobilitas fisik dan angkutan, segala macam peralatan rumah tangga serta persenjataan modern. Hampir semua produk kebutuhan hidup sehari-hari sudah melibatkan teknologi modern dalam pembuatannya.
          Kebudayaan Teknologis Modern itu kontradiktif. Dalam arti tertentu dia bebas nilai, netral. Bisa dipakai atau tidak. Pemakaiannya tidak mempunyai implikasi ideologis atau keagamaan. Seorang Sekularis dan Ateis, Kristen Liberal, Budhis, Islam Modernis atau Islam Fundamentalis, bahkan segala macam aliran New Age dan para normal dapat dan mau memakainya, tanpa mengkompromikan keyakinan atau kepercayaan mereka masing-masing. Kebudayaan Teknologis Modern secara mencolok bersifat instumental.
 b.  Kebudayaan Modern Tiruan.
          Dari kebudayaan Teknologis Modern perlu dibedakan sesuatu yang mau saya sebut sebagai Kebudayaan Modern Tiruan. Kebudayaan Modern Tiruan itu terwujud dalam lingkungan yang tampaknya mencerminkan kegemerlapan teknologi tinggi dan kemodernan, tetapi sebenarnya hanya mencakup pemilikan simbol-simbol lahiriah saja, misalnya kebudayaan lapangan terbang internasional, kebudayaan supermarket (mall), dan kebudayaan Kentucky Fried Chicken (KFC).
          Di lapangan terbang internasional orang dikelilingi oleh hasil teknologi tinggi, ia bergerak dalam dunia buatan: tangga berjalan, duty free shop dengan tawaran hal-hal yang kelihatan mentereng dan modern, meskipun sebenarnya tidak dibutuhkan, suasana non-real kabin pesawat terbang; semuanya artifisial, semuanya di seluruh dunia sama, tak ada hubungan batin.
          Kebudayaan Modern Tiruan hidup dari ilusi, bahwa asal orang bersentuhan dengan hasil-hasil teknologi modern, ia menjadi manusia modern. Padahal dunia artifisial itu tidak menyumbangkan sesuatu apapun terhadap identitas kita. Identitas kita malahan semakin kosong karena kita semakin membiarkan diri dikemudikan. Selera kita, kelakuan kita, pilihan pakaian, rasa kagum dan penilaian kita semakin dimanipulasi, semakin kita tidak memiliki diri sendiri. Itulah sebabnya kebudayaan ini tidak nyata, melainkan tiruan, blasteran.
          Anak Kebudayaan Modern Tiruan ini adalah Konsumerisme: orang ketagihan membeli, bukan karena ia membutuhkan, atau ingin menikmati apa yang dibeli, melainkan demi membelinya sendiri. Kebudayaan Modern Blateran ini, bahkan membuat kita kehilangan kemampuan untuk menikmati sesuatu dengan sungguh-sungguh. Konsumerisme berarti kita ingin memiliki sesuatu, akan tetapi kita semakin tidak mampu lagi menikmatinya. Orang makan di KFC bukan karena ayam di situ lebih enak rasanya, melainkan karena fast food dianggap gayanya manusia yang trendy, dan trendy adalah modern.
 c.      Kebudayaan-Kebudayaan Barat.
          Kita keliru apabila budaya blastern kita samakan dengan Kebudayaan Barat Modern. Kebudayaan Blastern itu memang produk Kebudayaan Barat, tetapi bukan hatinya, bukan pusatnya dan bukan kunci vitalitasnya. Ia mengancam Kebudayaan Barat, seperti ia mengancam identitas kebudayaan lain, akan tetapi ia belum mencaploknya. Italia, Perancis, Spanyol, Jerman, bahkan barangkali juga Amerika Serikat masih mempertahankan kebudayaan khas mereka masing-masing. Meskipun di mana-mana orang minum Coca Cola, kebudayaan itu belum menjadi Kebudayaan Coca Cola. Orang yang sekadar tersenggol sedikit dengan kebudayaan Barat palsu itu, dengan demikian belum mesti menjadi orang modern. Ia juga belum akan mengerti bagaimana orang Barat menilai, apa cita-citanya tentang pergaulan, apa selera estetik dan cita rasanya, apakah keyakinan-keyakinan moral dan religiusnya, apakah paham tanggung jawabnya (Suseno; 1992).