AWAL
KEBUDAYAAN, PERKEMBANGAN, & PERANAN PENTING KEBUDAYAAN HINDU- BUDDHA &
ISLAM, SERTA KEBUDAYAAN MODERN(BARAT) DI INDONESIA.
A. Awal kebudayaan (masuknya) &
berkembangnya Hindu Buddha di Indonesia.
Indonesia mulai
berkembang pada zaman kerajaan Hindu- Buddha berkat hubungan dagang dengan
negara-negara tetangga maupun yang lebih jauh seperti India, Cina dan wilayah Timur tengah. Agama Hindu
masuk ke Indonesia diperkirakan pada awal tarikh Masehi, dibawa oleh para
musafir dari India . Catatan awal
abad masehi mengenai kedatangan orang-orang Hindu dan Buddha dari India ke
Nusantara tidak diketahui pasti namun hubungan antara India, Cina, dan
Nusantara berasal dari catatan orang Cina pada abad ke-5 M. Menurut catatan
tersebut, agama Buddha tidak hanya berasal dari India namun juga berasal dari
Cina.
Masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan Hindu dan Buddha dari India ke
Nusantara terjadi karena adanya hubungan antara bangsa Nusantara, India, dan
bangsa-bangsa lainnya di kawasan Asia Selatan, Timur, dan Tenggara. Hubunga
tersebut terjadi melalui kegiatan politik, dan diplomasi, pelayaran dan perdagangan,
pendidikan, dan kebudayaan. Melalui lalu lintas tersebut, menjadi pertukaran
barang, pengalaman, dan kebudayaan Hindu Buddha. Hal ini juga memiliki
keuntungan seperti, Indonesia sering dikunjungi bangsa-bangsa asing,kesempatan
melakukan hubungan perdagangan internasional terbuka lebar, pergaulan dengan
bangsa-bangsa lain semakin luas, dan pengaruh asing masuk ke Indonesia.
Hubungan pelayaran dan perdagangan
antara Jawa, Sumatra, Cina dan India dicatat oleh Gunawarmma. Gunawarmma adalah
seorang pangeran dari India yang pernah tinggal lama di Jawa pada 422, Ia
menyebarkan Buddhisme sebelum berlayar ke Cina. Setelah banyaknya golongan
Brahmana Hindu dan Biksu Buddha (baik dari India dan Cina menyebarkan agama dan
kebudayaan Hindu-Buddha di Nusantara, terbentuklah masyarakat intelektual atau
terpelajar. Kelompok ini kemudian menyebarkan agama dan kebudayaan tersebut ke
masyarakat setempat.
Pada awalnya, hanya golongan elit
seperti Raja beserta keluarganya dan orang-orang kaya yang mendapat kesempatan
untuk belajar agama dan kebudayaan tersebut. Pada perkembangan berikutnya,
setelah hubungan Nusantara dan Negara-negara sekitarnya semakin lancer,
golongan lain pun mendapat kesempatan mengenal bahasa Sansakerta, kitab-kitab
agama Hindu dan Buddha, serta kebudayaan India lainnya. Melalui tahap seperti
ini, kebudayaan India secara bertahap menyebar dan memengaruhi kebudayaan
Nusantara. Sejak saat itu, penganut Hindu- Buddha mulai banyak jumlahnya di
Nusantara. Dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan Hindu- Buddha telah
mempengaruhi kebudayaan Nusantara sampai sekarang.
Ada beberapa teori yang membahas masuknya pengaruh
Hindu- Buddha ke Nusantara:
1. Teori
brahmana
Teori
ini dikemukakan oleh Van Leuryang berpendapat bahwa agama Hindu masuk ke
Indonesia dibawa oleh pendeta. Teori ini memiliki kelemahan, yaitu di India
ada peraturan bahwa brahmana tidak boleh keluar dari negerinya. Jadi,
tidak mungkin mereka dapat menyiarkan agama ke Indonesia.
2. Teori
ksatria
Teori ini dikemukakan oleh Majumdar, Moekrji, dan
Nehru. Mereka berpendapat bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh
prajurit yang mengadakan ekspansi. Oleh sebab itu, teori ini sering pula
disebut teori kolonisasi. Kelemahan teori ini adalah tidak ada bukti
sejarah yang menunjukkan bahwa Indonesia pernah ditaklukkan India.
3. Teori
waisya
Teori ini dikemukakan oleh Krom yang mengatakan bahwa
agama Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh para pedagang, mengingat bahwa
sejak tahun 500 SM, Nusantara telah menjadi jalur perdagangan antara India
dan Cina. Dalam perjalanan perdagangan inilah diperkirakan para pedagang
India itu singgah di Indonesia dan menyebarkan agama Hindu.
4. Teori
sudra
Teori
ini dikemukakan oleh banyak orang. Intinya adalah bahwa agama Hindu
dibawa oleh kaum sudra yang datang di Nusantara untuk memperbaiki nasib.
5. Teori
nasional
Teori
ini dikemukakan oleh F.D.K. Bosch yang mengatakan bahwa dalam
proses penyebaran agama Hindu ini, bangsa Indonesia berperan sangat aktif.
Setelah dinobatkan sebagai seorang Hindu, mereka kemudian giat menyebarkan
agama Hindu dan segala aktivitasnya. Pendapatnya ini didasarkan pada
temuan adanya unsur-unsur budaya India dalam budaya Indonesia. Menurutnya,
pada masa itu telah terbentuk golongan cendekiawan yang disebut “Clerk”.
6. Teori
arus balik
Menurut
teori ini, bangsa Indonesia tidak hanya menerima pengetahuan agama
dari orang-orang asing yang datang. Mereka juga aktif mencari ilmu agama
di negeri orang dan menyebarkannya setelah kembali ke Indonesia.
Beberapa bukti adanya pengaruh Hindu-Buddha di Indonesia adalah, adanya arca
Buddha bergaya amarawati(India Selatan) & arca bergaya gandhara(India
Utara) di Indonesia, adanya prasasti berhuruf Pallawa & berbahasa Sanskerta
di Kutai dan Tarumanegara, adanya penganut agama Hindu dan Buddha di Indonesia,
berkembangnya seni patung di Indonesia, munculnya kerajaan-kerajaan bercorak
Hindu-Buddha, penggunaan bahasa Sanskerta dan tulisan Pallawa dalam kehidupan
masyarakat, adanya sistem kemaharajaan, adanya kitab-kitab sastra yang bercorak
Hindu.
Masuknya pengaruh unsur kebudayaan Hindu-Buddha
dari India & Cina telah mengubah dan menambahkan khasanah budaya Indonesia
dalam beberapa aspek kehidupan, superti:
1. Agama
Ketika memasuki zaman sejarah, masyarakat di
Indonesia telah menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Masyarakat mulai
menerima sistem kepercayaan baru, yaitu agama Hindu-Buddha sejak berinteraksi
dengan orang-orang India. Budaya baru tersebut membawa perubahan pada kehidupan keagamaan, misalnya
dalam hal tata krama, upacara-upacara pemujaan, dan bentuk tempat peribadatan.
2. Pemerintahan
Sistem pemerintahan
kerajaan dikenalkan oleh orang-orang India. Dalam sistem ini kelompok-kelompok
kecil masyarakat bersatu dengan kepemilikan wilayah yang luas. Kepala suku yang
terbaik dan terkuat berhak atas tampuk kekuasaan kerajaan. Oleh karena itu,
lahir kerajaan-kerajaan, seperti Kutai, Tarumanegara, dan Sriwijaya.
3. Arsitektur
Salah satu tradisi megalitikum adalah bangunan
punden berundak-undak. Tradisi tersebut berpadu dengan budaya India yang
mengilhami pembuatan bangunan candi. Jika kita memperhatikan Candi Borobudur,
akan terlihat bahwa bangunannya berbentuk limas yang berundak-undak. Hal ini
menjadi bukti adanya paduan budaya India-Indonesia.
4. Bahasa
Kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia
meninggalkan beberapa prasasti yang sebagian besar berhuruf Pallawa dan
berbahasa Sanskerta. Dalam perkembangan selanjutnya bahkan hingga saat ini,
bahasa Indonesia memperkaya diri dengan bahasa Sanskerta itu. Kalimat atau
kata-kata bahasa Indonesia yang merupakan hasil serapan dari bahasa Sanskerta,
yaitu Pancasila, Dasa Dharma, Kartika Eka Paksi, Parasamya Purnakarya Nugraha,
dan sebagainya.
5.
Sastra
Berkembangnya pengaruh India di Indonesia membawa kemajuan
besar dalam bidang sastra. Karya sastra terkenal yang mereka bawa adalah kitab
Ramayana dan Mahabharata. Adanya kitab-kitab itu memacu para pujangga Indonesia
untuk menghasilkan karya sendiri.
Sumber:
-
Buku: Advanced Learning “ Indonesian History 1” for Grade X Senior High School
General Programme.
B. Awal
kebudayaan (masuknya) & berkembangnya Islam di Indonesia.
Masuknya
ajaran Islam pada sekitar abad ke-12, melahirkan kerajaan-kerajaan bercorak
Islam yang ekspansionis, seperti samudra pasai di Sumatera dan Demak di Jawa. Munculnya kerajaan-kerajaan
tersebut, secara perlahan-lahan mengakhiri kejayaan Sriwijaya dan Majapahit,
sekaligus menandai akhir dari era Hindu-Buddha.
Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia Terkait dengan
sejarah masuknya Islam ke Indonesia, ada beberapa teori dan pendapat yang
menyatakan kapan sebetulnya pengaruh kebudayaan dan agama Islam mulai masuk ke
nusantara. Pendapat-pendapat tersebut bukan hanya didasarkan pada bukti-bukti
yang telah ditemukan, melainkan juga dikuatkan oleh adanya catatan-catatan
sejarah yang dibuat oleh bangsa lain di masa lampau.
Beberapa pendapat masuknya Islam di Indonesia:
1.Masuknya
Islam sejak Abad ke-7 Masehi
.
Sebagian ahli sejarah menyebut jika sejarah
masuknya Islam ke Indonesia sudah dimulai sejak abad ke 7 Masehi. Pendapat ini
didasarkan pada berita yang diperoleh dari para pedagang Arab. Dari berita
tersebut, diketahui bahwa para pedagang Arab ternyata telah menjalin hubungan
dagang dengan Indonesia pada masa perkembangan Kerajaan Sriwijaya pada abad ke
7. Dalam pendapat itu disebutkan bahwa wilayah Indonesia yang pertama kali
menerima pengaruh Islam adalah daerah pantai Sumatera Utara atau wilayah
Samudra Pasai
2.
Masuknya Islam sejak Abad ke-11 Masehi.
Sebagian ahli sejarah lainnya berpendapat bahwa
sejarah masuknya Islam ke Indonesia dimulai sejak abad ke 11 Masehi. Pendapat
ini didasarkan pada bukti adanya sebuah batu nisan Fatimah binti Maimun yang
berada di dekat Gresik Jawa Timur. Batu nisan ini berangka tahun 1082 Masehi.
3. Masuknya Islam sejak Abad ke-13 Masehi
.
Di samping kedua pendapat di atas, beberapa ahli
lain justru meyakini jika sejarah masuknya Islam ke Indonesia baru dimulai pada
abad ke 13 Masehi. Pendapat ini didasarkan pada beberapa bukti yang lebih kuat,
di antaranya dikaitkan dengan masa runtuhnya Dinasti Abassiah di Baghdad
(1258), berita dari Marocopolo (1292), batu nisan kubur Sultan Malik as Saleh
di Samudra Pasai (1297), dan berita dari Ibnu Battuta (1345). Pendapat tersebut
juga diperkuat dengan masa penyebaran ajaran tasawuf di Indonesia. Sejarah
Penyebaran Islam di Indonesia Pada masa kedatangan agama Islam, penyebaran
agama Islam dilakukan oleh para pedagang Arab dibantu oleh para pedagang Persia
dan India. Abad ke 7 Masehi merupakan awal kedatangan agama Islam. Pada masa
itu, baru sebagian kecil penduduk yang bersedia menganutnya karena masih berada
dalam kekuasaan raja-raja Hindu-Budha. Sejarah masuknya Islam ke Indonesia dan
proses penyebarannya berlangsung dalam waktu yang lama yaitu dari abad ke 7
sampai abad ke 13 Masehi. Selama masa itu, para pedagang dari Arab, Gujarat,
dan Persia makin intensif menyebarkan Islam di daerah yang mereka kunjungi
terutama di daerah pusat perdagangan. Di samping itu, para pedagang Indonesia
yang sudah masuk Islam dan para Mubaligh Indonesia juga ikut berperan dalam
penyebaran Islam di berbagai wilayah Indonesia. Akibatnya, pengaruh Islam di
Indonesia makin bertambah luas di kalangan masyarakat terutama di daerah
pantai. Pada akhir abad ke 12 Masehi, kekuasaan politik dan ekonomi Kerajaan
Sriwijaya mulai merosot. Seiring dengan kemunduran pengaruh Sriwijaya, para
pedagang Islam beserta para mubalighnya kian giat melakukan peran politik.
Misalnya, saaat mendukung daerah pantai yang ingin melepaskan diri dari kekuasaan
Sriwijaya. Menjelang berakhirnya abad ke 13 sekitar tahun 1285 berdiri kerajaan
bercorak Islam yang bernama Samudra Pasai. Malaka yang merupakan pusat
perdagangan penting dan juga pusat penyebaran Islam berkembang pula menjadi
kerajaan baru dengan nama Kesultanan Malaka. Pada awal abad ke 15, kerajaan
Majapahit mengalami kemerosotan, bahkan pada tahun 1478 mengalami keruntuhan.
Banyak daerah yang berusaha melepaskan diri dari kerajaan Majapahit. Pada tahun
1500, Demak berdiri sebagai kerajaan Islam pertama di Jawa. Berkembangnya
kerajaan Demak sebagai kerajaan Islam ini kemudian disusul berdirinya
Kesultanan Banten dan Kesultanan Cirebon. Di luar Jawa juga banyak berkembang
kerajaan yang bercorak Islam seperti Kesultanan Ternate, Kesultanan Gowa, dan
kesultanan Banjar. Melalui kerajaan-kerajaan bercorak Islam itulah, agama Islam
makin berkembang pesat dan tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Agama Islam
tidak hanya dianut oleh penduduk di daerah pantai saja, tetapi sudah menyebar
ke daerah-daerah pedalaman.
Saluran Penyebaran Agama Islam di Indonesia Proses
masuk dan berkembangnya agama Islam di Indonesia berlangsung secara bertahap
dan dialakukan secara damai melalui beberapa saluran berikut:
Silurian perdagangan
: proses yang dilakukan oleh para pedagang
muslim yang menetap di kota-kota pelabuhan untuk membentuk perkampungan muslim.
Saluran ini merupakan saluran yang dipilih sejak awal sejarah masuknya Islam ke
Indonesia.
Silurian perkawinan
: proses dengan cara seseorang yang telah
menganut Islam menikah dengan seorang yang belum menganut Islam.
Silurian dakwah
: proses dengan cara memberi
penerangan tentang agama Islam.
Silurian pendidikan
: proses dengan mendirikan pesantren
guna memperdalam ajaran-ajaran Islam yang kemudian menyebarkannya.
Proses
tasawuf, dengan menyesuaikan pola pikir masyarakat yang masih berorientasi pada
ajaran agama Hindu dan Budha.
Alasan Agama Islam Mudah Diterima Masyarakat
Indonesia Proses penyebaran Islam di Indonesia berjalan dengan cepat karena didukung
faktor-faktor berikut : Syarat masuk Islam sangat mudah, pelaksanaan ibadah
sederhana dan biayanya murah, agama Islam juga tidak mengenal pembagian kasta
sehingga banyak kelompok masyarakat yang masuk Islam karena ingin memperoleh
derajat yang sama, aturan-aturan dalam Islam bersifat fleksibel dan tidak
memaksa, penyebaran agama Islam di Indonesia dilakukan secara damai tanpa
kekerasan dan disesuaikan dengan kondisi sosial budaya yang ada.
Kebudayaan Islam juga memiliki pengaruh besar di Indonesia
sebab dengan masuknya kebudayaan Islam di Indonesia kebudayaan Indonesia
semakin beraneka ragam mulai dari bidang arsitektur, seni sastra, seni budaya,
dan beberapa yang lainnya.
o Bidang arsitektur: Masjid, Makam, dan
yang lain.
o Seni sastra: Hikayat, Babad, Suluk,
dan yang lain.
o Seni budaya: Kaligrafi, pertunjukan
wayang, dan yang lain.
C.
Kebudayaan Barat di Indonesia.
Proses
akulturasi di Indonesia tampaknya beralir secara simpang siur, dipercepat oleh
usul-usul radikal, dihambat oleh aliran kolot, tersesat dalam
ideologi-ideologi, tetapi pada dasarnya dilihat arah induk yang lurus: ”the
things of humanity all humanity enjoys”. Terdapatlah arus pokok yang dengan
spontan menerima unsur-unsur kebudayaan internasional yang jelas menguntungkan
secara positif.
Akan tetapi pada refleksi dan dalam usaha merumuskannya kerap kali timbul
reaksi, karena kategori berpikir belum mendamaikan diri dengan suasana baru
atau penataran asing. Taraf-taraf akulturasi dengan kebudayaan Barat pada
permulaan masih dapat diperbedakan, kemudian menjadi overlapping satu kepada
yang lain sampai pluralitas, taraf, tingkat dan aliran timbul yang serentak.
Kebudayaan Barat mempengaruhi masyarakat Indonesia, lapis demi lapis, makin
lama makin luas lagi dalam (Bakker; 1984).
Apakah kebudayaan Barat modern semua buruk dan akan mengerogoti Kebudayaan
Nasional yang kita gagas? Oleh karena itu, kita perlu merumuskan definisi yang
jelas tentang Kebudayaan Barat Modern. Frans Magnis Suseno dalam bukunya
”Filsafat Kebudayan Politik”, membedakan tiga macam Kebudayaan Barat Modern:
a. Kebudayaan Teknologi Modern.
Pertama kita harus membedakan antara Kebudayan Barat Modern dan Kebudayaan
Teknologis Modern. Kebudayaan Teknologis Modern merupakan anak Kebudayaan
Barat. Akan tetapi, meskipun Kebudayaan Teknologis Modern jelas sekali ikut
menentukan wujud Kebudayaan Barat, anak itu sudah menjadi dewasa dan sekarang
memperoleh semakin banyak masukan non-Barat, misalnya dari Jepang.
Kebudayaan Tekonologis Modern merupakan sesuatu yang kompleks.
Penyataan-penyataan simplistik, begitu pula penilaian-penilaian hitam putih
hanya akan menunjukkan kekurang canggihan pikiran. Kebudayaan itu kelihatan
bukan hanya dalam sains dan teknologi, melainkan dalam kedudukan dominan yang
diambil oleh hasil-hasil sains dan teknologi dalam hidup masyarakat: media
komunikasi, sarana mobilitas fisik dan angkutan, segala macam peralatan rumah
tangga serta persenjataan modern. Hampir semua produk kebutuhan hidup
sehari-hari sudah melibatkan teknologi modern dalam pembuatannya.
Kebudayaan Teknologis Modern itu kontradiktif. Dalam arti tertentu dia bebas
nilai, netral. Bisa dipakai atau tidak. Pemakaiannya tidak mempunyai implikasi
ideologis atau keagamaan. Seorang Sekularis dan Ateis, Kristen Liberal, Budhis,
Islam Modernis atau Islam Fundamentalis, bahkan segala macam aliran New Age dan
para normal dapat dan mau memakainya, tanpa mengkompromikan keyakinan atau
kepercayaan mereka masing-masing. Kebudayaan Teknologis Modern secara mencolok
bersifat instumental.
b. Kebudayaan
Modern Tiruan.
Dari kebudayaan Teknologis Modern perlu dibedakan sesuatu yang mau saya sebut
sebagai Kebudayaan Modern Tiruan. Kebudayaan Modern Tiruan itu terwujud dalam
lingkungan yang tampaknya mencerminkan kegemerlapan teknologi tinggi dan
kemodernan, tetapi sebenarnya hanya mencakup pemilikan simbol-simbol lahiriah
saja, misalnya kebudayaan lapangan terbang internasional, kebudayaan
supermarket (mall), dan kebudayaan Kentucky Fried Chicken (KFC).
Di lapangan terbang internasional orang dikelilingi oleh hasil teknologi
tinggi, ia bergerak dalam dunia buatan: tangga berjalan, duty free shop dengan
tawaran hal-hal yang kelihatan mentereng dan modern, meskipun sebenarnya tidak
dibutuhkan, suasana non-real kabin pesawat terbang; semuanya artifisial,
semuanya di seluruh dunia sama, tak ada hubungan batin.
Kebudayaan Modern Tiruan hidup dari ilusi, bahwa asal orang bersentuhan dengan
hasil-hasil teknologi modern, ia menjadi manusia modern. Padahal dunia
artifisial itu tidak menyumbangkan sesuatu apapun terhadap identitas kita.
Identitas kita malahan semakin kosong karena kita semakin membiarkan diri
dikemudikan. Selera kita, kelakuan kita, pilihan pakaian, rasa kagum dan
penilaian kita semakin dimanipulasi, semakin kita tidak memiliki diri sendiri.
Itulah sebabnya kebudayaan ini tidak nyata, melainkan tiruan, blasteran.
Anak Kebudayaan Modern Tiruan ini adalah Konsumerisme: orang ketagihan membeli,
bukan karena ia membutuhkan, atau ingin menikmati apa yang dibeli, melainkan
demi membelinya sendiri. Kebudayaan Modern Blateran ini, bahkan membuat kita
kehilangan kemampuan untuk menikmati sesuatu dengan sungguh-sungguh.
Konsumerisme berarti kita ingin memiliki sesuatu, akan tetapi kita semakin
tidak mampu lagi menikmatinya. Orang makan di KFC bukan karena ayam di situ lebih
enak rasanya, melainkan karena fast food dianggap gayanya manusia yang trendy,
dan trendy adalah modern.
c. Kebudayaan-Kebudayaan Barat.
Kita keliru apabila budaya blastern kita samakan dengan Kebudayaan Barat
Modern. Kebudayaan Blastern itu memang produk Kebudayaan Barat, tetapi bukan
hatinya, bukan pusatnya dan bukan kunci vitalitasnya. Ia mengancam Kebudayaan
Barat, seperti ia mengancam identitas kebudayaan lain, akan tetapi ia belum
mencaploknya. Italia, Perancis, Spanyol, Jerman, bahkan barangkali juga Amerika
Serikat masih mempertahankan kebudayaan khas mereka masing-masing. Meskipun di
mana-mana orang minum Coca Cola, kebudayaan itu belum menjadi Kebudayaan Coca
Cola. Orang yang sekadar tersenggol sedikit dengan kebudayaan Barat palsu itu,
dengan demikian belum mesti menjadi orang modern. Ia juga belum akan mengerti
bagaimana orang Barat menilai, apa cita-citanya tentang pergaulan, apa selera
estetik dan cita rasanya, apakah keyakinan-keyakinan moral dan religiusnya,
apakah paham tanggung jawabnya (Suseno; 1992).